Subscribe to Wordpress Themes Demo
pengen banyak duit..........!

Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Quran Dan Sunnah

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Artikel ini saya kutip dari ebook karangan Dr Fadhl Ilahi setebal 35 halaman, yang mana dalam ebook tersebut terdapat Dalil2 Syar’i dan sumber2nya. Adapun yang saya kutip ini adalah rangkuman dari Kunci-Kunci Rizki secara umum.

1.Istighfar dan Taubat
Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah istighfar (memohon ampunan) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan).

Hakikat Istighfar dan Taubat
Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan,

أَسْتَغْفِرُاللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
"Aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya"

Tetapi kalimat-kalimat di atas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.

Para ulama – semoga Allah memberi balasan yang se-baik-baiknya kepada mereka telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.

Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena ke-burukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha mela-kukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna"

Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menje-laskan: "Para ulama berkata, 'Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali per-buatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.

Jika taubat itu berkaitan dengan manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika ber-bentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengem-balikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau seje-nisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk mem-balasnya atau meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf."

Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun." (Nuh: 10).
Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.

2.Taqwa
Termasuk sebab turunnya rizki adalah taqwa. Saya akan membicarakan masalah ini –dengan memohon taufik dari Allah.

Makna Taqwa
Para ulama Rahimahullaah telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani mendefinisikan: “Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan”.

Sedangkan Imam An-Nawawi mendefinisikan taqwa dengan “Mentaati perintah dan laranganNya.” Maksudnya, menjaga diri dari kemurkaan dan adzab Allah Subhannahu wa Ta'ala . Hal itu sebagaimana didefinisikan oleh Imam Al-Jurjani “Taqwa yaitu menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya.”

Karena itu, siapa yang tidak menjaga dirinya, dari perbuatan dosa, berarti dia bukanlah orang bertaqwa. Maka orang yang melihat dengan kedua matanya apa yang diharamkan Allah, atau mendengarkan dengan kedua telinganya apa yang dimurkai Allah, atau mengambil dengan kedua tangannya apa yang tidak diridhai Allah, atau berjalan ke tempat yang dikutuk Allah, berarti tidak menjaga dirinya dari dosa.

Jadi, orang yang membangkang perintah Allah serta melakukan apa yang dilarangNya, dia bukanlah termasuk orang-orang yang bertaqwa.
Orang yang menceburkan diri ke dalam maksiat sehingga ia pantas mendapat murka dan siksa dari Allah, maka ia telah mengeluarkan dirinya dari barisan orang-orang yang bertaqwa.

3.Bertawakal Kepada Allah Subhanaahu wa Ta'ala
Termasuk di antara sebab diturunkannya rizki adalah bertawakkal kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Yang kepadaNya tempat bergantung. Apakah tawakkal itu berarti meninggalkan usaha?

Yang Dimaksud Bertawakkal kepada Allah
Para ulama-semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik balasan- telah menjelaskan makna tawakkal. Di antaranya adalah Imam Al-Ghazali, beliau berkata: “Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada wakil (yang ditawakkali) semata.”

Al-Allamah Al-Manawi berkata: “Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di tawakkali.”

Menjelaskan makna tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Al-Mulla Ali Al-Qori berkata: “Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang ada, baik makhluk maupun rizki, pemberian atau pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati dan segala hal yang disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada), semuanya itu adalah dari Allah.”

4.Beribadah Kepada Allah Subhanaahu wa Ta'ala Sepenuhnya.
Di antara kunci-kunci rizki adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya.

Makna Beribadah Kepada Allah Sepenuhnya.
Hendaknya seseorang tidak mengira bahwa yang dimak-sud beribadah sepenuhnya adalah dengan meninggalkan usaha untuk mendapatkan penghidupan dan duduk di masjid sepanjang siang dan malam. Tetapi yang dimaksud –wallahu a’lam– adalah hendaknya seorang hamba beribadah dengan hati dan jasadnya, khusyu’ dan merendahkan diri di hadapan Allah Yang Maha Esa, menghadirkan (dalam hati) betapa besar keagungan Allah, benar-benar merasa bahwa ia sedang bermunajat kepada Allah Yang Maha Menguasai dan Maha Menentukan. Yakni beribadah sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits:
(( أَنْ تَعْبُدَ الله كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّه يَرَاكَ ))
“Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kami melihatNya. Jika kamu tidak melihatNya maka se-sungguhnya Dia melihatmu.”

Janganlah engkau termasuk orang-orang yang (ketika beribadah) jasad mereka berada di masjid, sedang hatinya berada di luar masjid.
Menjelaskan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
(( تَفَرَّغْ لِعِبَا دَتِيْ ))
“Beribadahlah sepenuhnya kepadaKu”. Al-Mulla Ali Al-Qari berkata, “Maknanya, jadikanlah hatimu benar-benar sepenuhnya (berkonsentrasi) untuk beribadah kepada Tuhan-mu”.

5.Melanjutkan Haji Dengan Umrah Atau Sebaliknya.
Di antara perbuatan yang dijadikan Allah termasuk kunci-kunci rizki yaitu melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya.

Yang Dimaksud Melanjutkan Haji Dengan Umrah Atau Sebaliknya
Syaikh Abul Hasan As-Sindi menjelaskan tentang mak-sud melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya berkata: “Jadikanlah salah satunya mengikuti yang lain, di mana ia dilakukan sesudahnya. Artinya, jika kalian menunaikan haji maka tunaikanlah umrah. Dan jika kalian menunaikan umrah maka tunaikanlah haji, sebab keduanya saling mengikuti.

6.Silaturrahim.
Di antara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim.

Makna Silaturrahim
Makna ‘ar-rahim’ adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:‘Ar-rahim secara umum adalah dimaksud-kan untuk para kerabat dekat. Antara mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak.”

Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim (para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja.
Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian.”

Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari adalah kinayah (ungkapan/sindiran) tentang berbuat baik kepada para karib kerabat dekat –baik menurut garis keturunan maupun perkawinan– berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka.

7.Berinfak di jalan Allah.
Di antara kunci-kunci rizki lain adalah berinfak di jalan Allah.

Yang Dimaksud Berinfak
Di tengah-tengah menafsirkan firman Allah:
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya Dia akan menggantinya”. (Saba’: 39).

Syaikh Ibnu Asyur berkata: “Yang dimaksud dengan infak di sini adalah infak yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfak kepada orang-orang fakir dan berinfak di jalan Allah untuk menolong agama.”

8.Memberi Nafkah Kepada Orang yang Sepenuhnya Menuntut Ilmu Syari'at ( Agama )
Termasuk kunci-kunci rizki adalah memberi nafkah kepada orang yang sepenuhnya menuntut ilmu syari’at (agama). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu bahwasanya ia berkata:
كَانَ أَخَوَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ الله، فَكَانَ أَحَدُهُمَا يَأْتِي النَّبِيَّe ، وَالآخَرُ يَحْتَرِفُ، فَشَكَا الْمُحْتَرِفُ أَخَاهُ إِلَى النَّبِيِّ ، فَقَالَ: لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ
“Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam maka beliau bersabda: Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia.”

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia Shallallaahu alaihi wa Salam menjelaskan kepada orang yang mengadu kepadanya karena kesibukan saudaranya dalam menuntut ilmu agama, sehingga membiarkannya sendirian mencari penghidupan (bekerja), bahwa ia tidak semestinya mengungkit-ungkit nafkahnya kepada saudaranya, dengan anggapan bahwa rizki itu datang karena dia bekerja. Padahal ia tidak tahu bahwasanya Allah membukakan pintu rizki untuknya karena sebab nafkah yang ia berikan kepada suadaranya yang menuntut ilmu agama secara sepenuhnya.

Al-Mulla Ali Al-Qari menjelaskan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam :
لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ
“Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia,” yang menggunakan shighat majhul (ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, ‘Yakni, aku berharap atau aku ta-kutkan bahwa engkau sebenarnya diberi rizki karena berkah-nya. Dan bukan berarti di diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaan-mu kepadanya.”

Al-Allamah Ath-Thaibi berkata: “Makna ‘لَعَلَّ’ (mudah-mudahan) dalam sabda beliau Shallallaahu alaihi wa Salam ‘لَعَلَّكَ’ (Mudah-mudahan engkau), bisa kembali kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , sehingga berfungsi untuk memberikan kepastian (bahwa dia mendapatkan rizki karena berkah saudaranya) dan menegur (bahwa dia mendapatkan rizki bukan karena pekerjaannya). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits:
فَهَلْ تُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ
“Bukanlah kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah di antara kalian?” Tetapi bisa pula kembali kepada orang yang diajaknya bicara untuk mengajaknya berfikir dan merenungkan, sehingga ia menjadi sadar.”

Demikianlah, dan sebagian ulama telah menyebutkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu agama secara sepenuhnya adalah termasuk kelompok orang yang disinggung dalam firman Allah:
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (beru-saha) di muka bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari me-minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 273).

Imam Al-Ghazali berkata: “Ia harus mencari orang yang tepat untuk mendapatkan sedekahnya. Misalnya para ahli ilmu. Sebab hal itu merupakan bantuan baginya untuk (mempelajari) ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah yang paling mulia, jika niatnya benar. Ibnu Al-Mubarak senantiasa mengkhususkan kebaikan (pemberiannya) bagi para ahli ilmu. Ketika dikatakan kepada beliau, ‘Mengapa tidak eng-kau berikan pada orang secara umum? ‘Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu kedudukan setelah kenabian yang lebih utama daripada kedudukan para ulama. Jika hati para ulama itu sibuk mencari kebutuhan (hidupnya), niscaya ia tidak bisa memberi perhatian sepenuhnya kepada ilmu, serta tidak akan bisa belajar (dengan baik). Karena itu, membuat mereka bisa memperlajari ilmu secara sepenuhnya adalah lebih utama’.”

9.Berbuat Baik Kepada Orang-Orang Lemah
Termasuk di antara kunci-kunci rizki adalah berbuat baik kepada orang-orang miskin.

Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam menjelaskan bahwa para hamba itu ditolong dan diberi rizki disebabkan oleh orang-orang yang lemah di antara mereka.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’d Radhiallaahu anhu ia berkata, ‘Bahwasanya Sa’d Radhiallaahu anhu merasa dirinya memi-liki kelebihan daripada orang lain. Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ
“Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki lantaran orang-orang lemah di antara kalian?”

Karena itu, siapa yang ingin ditolong Allah dan diberi rizki olehNya maka hendaknya ia memuliakan orang-orang lemah dan berbuat baik kepada mereka.”
Nabi yang mulia, Shallallaahu alaihi wa Salam juga menjelaskan bahwa keridhaan-nya Subhannahu wa Ta'ala dapat diperoleh dengan berbuat baik kepada orang-orang miskin.
Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Hibban dan Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Darda’ Radhiallaahu anhu bahwasanya ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
اَبْغُوْنِيْ فِيْ ضُعَفَائِكُمْ، فَإِنَّمَا تُرْزَقُوْنَ وَتُنْصَرُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ
“Carilah (keridhaan)ku melalui orang-orang lemah di antara kalian. Karena sesungguhnya kalian diberi rizki dan ditolong dengan sebab orang-orang lemah di antara kalian.”

Menjelaskan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam di atas Al-Mulla Ali Al-Qari berkata, ‘Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang miskin di antara kalian.’
Dan barangsiapa berusaha mendapatkan keridhaan kekasih Yang Maha Memberi rizki dan Maha Memiliki kekuatan dan keperkasaan, Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dengan berbuat kepada orang-orang miskin, niscaya Tuhannya akan menolongnya dari para musuh serta akan memberinya rizki.

10.Hujrah Di Jalan Allah Subhaanahu wa Ta'ala
Allah Subhannahu wa Ta'ala menjadikan hijrah di jalan Allah sebagai kunci di antara kunci-kunci rizki.

Makna Hijrah Di Jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala
الْمُهَا جَرَةَ (hijrah) sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.

Dan hijrah di jalan Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh Sayid Muhammad Rasyid Ridha harus dengan sebenar-benarnya. Artinya, maksud orang yang berhijrah dari negerinya itu adalah untuk mendapatkan ridha Allah dengan menegakkan agamaNya yang ia merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Allah, juga untuk menolong saudara-saudaranya yang beriman dari permusuhan orang-orang kafir.

Demikian artikel ini saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Dr Fadhl Ilahi yang telah memberikan ilmunya kepada kita semua dan mohon maaf apabila dalam ebook Bapak tersebut tidak semuanya saya masukan dalam artikel ini, karena banyaknya halaman yang ada.

“sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS Alam Nasyrah ayat 6)”

1 komentar:

zero...busted... mengatakan...

Ya...ALLAH....Terimakasih.............